untuk membangkitkan budaya orang Papua terhadap pengaruh budaya luar.
Dengan kesadaran bahwa budaya Papua merupakan identitas orang Papua,
namun semakin terkikis. Dan kalau tidak cepat ditangani, nilai-nilai
khas yang menjadi ciri ke-Papua-an lama kelamaan akan punah. Melalui
group ini, Arnold Ap, Sam Kapissa (Alm) dan Demianus Wariap Kurni juga
aktif di Gereja Harapan Abepura, memetik gitar dan menyanyikan lagu-lagu
rohani. Untuk itu, mereka pun mengarang berbagai lagu rohani dalam
bahasa Byak-Numfor. Bahkan di tahun 1972 Arnold Ap dan Sam Kapissa
tergerak untuk membuat liturgi Gereja Kristen Injili (GKI) di Irian Jaya
sesuai budaya Papua, dengan menggunakan musik dan lagu-lagu Papua,
diiringi alat musik seperti gitar, jukulele dan tifa.
Dalam waktu tidak lama, gerakan pribuminisasi music liturgy dalam gereja ini mulai diterima oleh pimpinan GKI.Almarhum Arnold Clemens Ap, BA adalah salah satu tokoh besar Papua yang berperan bagi lahirnya group Mambesak yang legendaris itu dan budayawan yang autentik. Dia dilahirkan di pulau Numfor pada 1 Juli 1945, anak kedua dari lima anak yang dilahirkan oleh Meljanus Ap dan Alexandrina Ap-Mofu. Arnold Ap mulai menempuh pendidikan di Jorgens Vervolg School (setingkat sekolah dasar) di Waupnor-Byak, lalu lanjut ke SMP dan SMA juga di kota Byak. Setamatnya dari SMA, Ia melanjutkan studi pada lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura, dengan spesialisasi mengenai masyarakat Papua. Salah seorang pembimbingnya adalah Dr. Malcolm Walker, warga Australia yang ditugaskan UNESCO. Seperti ditulis Osborne, Walker mengajari Ap dalam bidang teknis dan berpendapat bahwa Ap adalah “orang yang baik dan berprinsip.”
Saat berkarya melalui lagu rohani itu, Kurator ini sudah bertugas sebagai Kepala Museum Antropologi Uncen, museum yang waktu itu menjadi basis pengembangan seni dan budaya Papua. Ia berperan besar mencari dana untuk mengumpulkan benda-benda budaya masyarakat Papua. Putra Numfor ini kemudian mempersunting Corry Ap-Bukorpioper dan menikah di Jayapura pada 5 Oktober 1974 dan mereka dikaruniai empat anak laki-laki: Oridek, Mambri, Erisam dan Mansorak.
Group Mambesak dibentuk oleh Arnold Ap
dan kawan-kawannya di tahun 1978. Mambesak adalah nama burung
Cenderawasih dalam bahasa Byak dan waktu itu Arnold lah yang
mengusulkannya untuk dipakai sebagai nama group. Anggota group akhirnya
menerima, sebab dianggap akan lebih populer di masyarakat Papua
dibanding Manyori yang hanya sebagai burung suci bagi orang Biak-Numfor
saja. Selain itu, dalam strata bahasa Byak yang lebih tinggi, Mambesak
juga disebut Mambefor yakni burung yang bercahaya, suci, indah
dan kicauannya sangat membahana. Dimana karena kelebihannya itu, burung
ini sangat menarik perhatian untuk diburu dan ditangkap sebagi hadiah
bagi para bangsawan (pada masa lalu) atau orang-orang penting di Jakarta
dimasa kekinian. Dalam pemaknaannya, burung ini dipandang sebagai
perlambang bagi insan Papua yang selalu berbicara lantang tentang
ketidakadilan bagi orang Papua, karena kelantangannya berbicara akan
membuat dirinya juga bernasib sama dengan burung ini, dia akan diburuh
dan dibunuh untuk memuaskan Jakarta.
Setelah terbentuk, kelompok ini berusaha
mendokumentasi seluruh tradisi rakyat Papua dengan mengunjungi berbagai
tempat di Papua, merekam lagu-lagu rakyat dan membuat katalognya, juga
sering merekamnya kembali. Sejalan dengan itu, Arnold Ap dan Sam Kapissa
mulai lebih banyak merangkul orang muda dari berbagai suku di Papua.
Diantaranya Marthiny Sawaki, Max Werimon, Selviana Samber, Terry
Djopari, Thony Wolas Krenak, William Kiryak dan masih banyak yang lain.
Tanggal 23 Agustus 1978 anggota group ini berkumpul untuk membentuk
kepengurusan. Saat itu Arnold Ap dipilih sebagai pimpinan group, Marthen
Sawaki sebagai wakil, Yoel Kapissa sebagai sekretaris, Sam Kapissa
sebagai penanggungjawab musik, Thony Karenak sebagai penanggungjawab
tari dan yang menangani teater adalah Demi Wariap Kurni (sekarang
bermukim di Belanda). Setelah itu, pentas perdana diadakan di Genyem
atas undangan Bapak Mikha Manufandu, Camat Nimboran waktu itu. Moment
penampilan perdana pada 5 Oktober 1978 itu akhirnya ditetapkan sebagai
hari terbentuknya group Mambesak.
Anggota group kemudian bersepakat untuk
secara rutin menampilkan lagu-lagu dan tari-tarian rakyat Papua hasil
galian mereka dalam pentas hiburan rakyat, di depan Lingkaran Abepura.
Pada tanggal 17 Agustus 1978 mereka tampil di aula Uncen di Abepura
dalam acara resmi pemerintah dan sejak itu Mambesak berulangkali menyayi
dan menari di halaman Museum Uncen. Itu sebabnya dulu Museum Uncen
dikenal dengan sebutan “istananya Mambesak.” Dimana halaman Museum (Loka
Budaya) Uncen dijadikan sebagai semacam pusat aktifitas seni-budaya.
Setiap hari, selepas senja, masyarakat berkumpul di situ menyaksikan
group ini menanpilkan lagu-lagu dan cerita rakyat yang diselingi dengan
mop (cerita lucu). Seiring dengan itu, Arnold Ap pernah berpesan kepada
kawan-kawannya untuk semaksimal mungkin menggunakan media (sarana) yang
ada, menjangkau masyarakat sampai di pelosok-pelosok tanah ini.
Sejak November 1978, atas usulan Ignatius
Suharyo, ketua lembaga Antropologi Uncen waktu itu, Arnold Ap diangkat
sebagai penanggungjawab siaran Pelangi Budaya (PB) dan Pancaran Sastra
(PS) pada RRI Studio Nusantara V Jayapura, dimana program ini berjalan
selama lima tahun. Arnold Ap dan kawan-kawan anggota groupnya secara
resmi membawa nama lembaga Antropologi Uncen melalui program siaran
radio tersebut. Mambesak menjadi semakin terkenal, berhasil manggali dan
memperkenalkan budaya masyarakat Papua. Sebagian besar masyarakat Papua
di tanah ini bahkan telah hafal benar jadwal siaran mingguan program
tersebut.
Dalam festifal seni tari se-Papua yang
diselenggarakan di Jayapura pada tahun 1978, dari 35 kelompok yang ikut
saat itu, Mambesak lah yang mendapat juara pertama, lalu mewakili Papua
ke event tingkat Indonesia dan keluar sebagai juara faforit. Di tahun
berikutnya group ini kembali mewakili Papua mengikuti pekan tari tingkat
nasional Indonesia yang ketiga, dan tiga kali berturut-turut menjuarai
festifal di Jayapura.
Nama Arnold Ap dan Mambesak semakin
dikenal sampai ke dunia luar, sebagai group dan orang-orang Papua yang
setia pada kebudayaan dan tanah kelahirannya. Rekaman lagu-lagu Mambesak
laku dibeli banyak orang dari berbagai kalangan. Mereka juga dikenal
karena ukiran batik, pahatan patung dan lainnya. Saat ada kunjungan
pejabat pemerintah dari Jakarta ke Papua, group Mambesak selalu diundang
untuk menampilkan lagu dan tari-tarian. Sebut saja saat kedatangan
Menteri P & K Nugroho Notosusanto dan Ny Benny Murdani mengantarkan
istri-istri atase militer dari 11 negara sahabat untuk mengunjungi
Museum Uncen tanggal 11 November 1984.
Seperti sudah disinggung sebelumnya,
tujuan dibentuknya group Mambesak yang dipelopori Arnold Ap adalah upaya
mempertahankan budaya asli Papua. Ini merupakan bentuk reaksi
membentengi kebudayaan Papua atas kesimpulan bahwa cara kerja aparat
resmi yang lebih mempromosikan dan mendominasikan seni-budaya dari luar
Papua. Misalnya, Ap menilai bahwa “tari kreasi baru” yang mulai
dipopulerkan di Papua pada waktu itu, sama sekali tidak berakar pada
tari-tari rakyat Papua. Lagu-lagu popular Papua yang marak dinyanyikan
secara diatonis dengan suara 1-2-3 pun dinilainya bertentangan dengan
lagu-lagu asli Papua yang dinyanyikan oleh rakyat dengan suara minor.
Dikalangan rakyat Papua, group Mambesak
dipandang sebagai barisan terdepan dalam usaha mempertahankan kebudayaan
rakyat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kemunculan Mambesak telah
memainkan sentimen persatuan dan nasionalisme orang Papua.
Kemunculannya telah menjadi inspirasi bagi tiap daerah di Papua untuk
berani menampilkan lagu dan tarian asli. Istana Mambesak menjadi tempat
dimana banyak group Papua lainnya menampilkan lagu dan tari daerahnya
dan kemudian didokumentasikan. Hal ini juga berpengaruh bagi munculnya
banyak group lagu dan tari Papua dengan ciri khasnya masing-masing.
Oleh sebagian kalangan orang Papua,
Arnold Ap bahkan kemudian dijuluki sebagai “Konor” atau semacam nabi
orang Papua pada zamannya. Sebab Arnold Ap adalah seseorang yang dapat
bermain gitar, menari, menyanyi sekaligus dapat melukis. Ia juga
dipercaya telah melihat jauh ke depan tentang cita-cita nasionalisme
rakyat Papua dalam politik Indonesia secara keseluruhan. Ap juga sempat
bertemu dengan berbagai aktivis hak asasi manusia dalam kunjungannya ke
Jakarta, dimana mereka yang ditemuinya itu sebagian besar diantaranya
adalah orang-orang yang anti-Soeharto. Mereka mengagumi Ap dan
mempercayai bahwa Ap adalah dinamisator perubahan di Papua.
Disisi lain, meski pihak penguasa
Indonesia mengakui pengaruh luas serta ketenaran Arnold Ap dan
kawan-kawannya melalui group Mambesak. Ternyata, diam-diam mereka
menyimpan kekhawatiran. Secara sepintas tekanan dari penguasa tampaknya
memang berpengaruh besar terhadap diri Ap. Akhirnya pada tanggal 26
April 1984 Arnold Ap dibunuh setelah rekan satu groupnya, Eduard Mofu
dibunuh empat hari sebelumnya (22 April). Berdasarkan hasil pemeriksaan
diduga mereka dibunuh dengan cara disiksa sebelumnya lalu kemudian
ditembak dan ditenggelamkan. Beberapa hari kemudian tubuhnya
diketemukan terapung tak bernyawa di pantai Base G.
Kematian Arnold Ap dan rekannya ini
merupakan gambaran represifitas dan kekejaman terhadap masyarakat Papua
pada masa itu. Penguasa telah membatasi ruang gerak kebudayaan Papua
dengan membunuh budayawan progresif Papua hanya karena mereka dianggap
menghidupkan semangat nasionalisme Papua. Nasib Ap, Mofu dan personil
lainnya ibarat seekor Mambefor. (Manwen)
0 komentar:
Posting Komentar